Sabtu, 22 Februari 2014

Fenomena Oracle APEX di Indonesia

Tidak terasa sudah memasuki tahun ke 5 memakai teknologi ini. Dari release version 3.2 sampai 4.2.4 sangat menyenangkan, namun mengapa di asia tenggara teknologi ini tidak terlalu populer?

Jawabannya adalah karena yang mempopulerkan teknologi adalah kalangan komunitas oracle, bukan stakeholder dalam hal ini Oracle. Ada pengalaman menarik sebuah client pemakai APEX menyatakan di depan sales oracle , si sales malah balik tanya teknologi apa itu? hehehe.Kanapa para sales ini tidak mengajukan alternatif ini? karena sudah jelas ini sebuah feature dari Database oracle layaknya oracle SQL developer, data modeler dll yang tidak akan kena lisensi tambahan.dan tidak akan menjadi nilai tambah bagi mereka bukan.

Pernah juga disuruh melakukan test wawancara thd seorang kandidat yang katanya pernah pakai, ketika saya tanya apa itu APEX? jawaban lugasnya adalah "salah satu Oracle Report tool"!!!, saya cuma garuk-garuk kepala.

Saya pernah ajukan teknologi sebagai salah basis tenologi pengembangan dan cloud, jawabannya sudah bisa ditebak belum bisa meyakinkan :D. Sampai pada keputusan oke saya akan lakukan ini sendiri.

Cara melihat popularitas teknologi gampang, lihat saja di job hunter disebuah region, maka disitu akan menunjukkan trend populer sebuah teknologi. Sampai saat ini teknologi ini belum begitu populer di asia.

Semakin kuat  komunitas oracle di sebuah negara maka teknologi ini semakin populer itu yang sepanjang pengamatan pribadi saya.

Kelemahan sysdev programmer di asia adalah :

  • Lemahnya komunitas.

Di asia pada umumnya komunitas developer tidak sekuat Amerika, Eropa dan Australia. Ini membawa dampak pada kekurangan resource untuk belajar bagi para pemula serta mengikuti trend teknologi. Di region yang saya sebutkan mereka sangat kuat bahkan konferensi selalu rutin dilakukan dengan resource yang tertata rapi. jangan salah sangka saya disini berbicara atas komunitas bukan kemampuan orang per orang.


  •  Selalu under-priced sebagai developer.

Sistem development di indonesia susah, coba sebutkan sebuah perusahaan IT besar yang berbasis sisdev murni, jawabannya tidak ada. semua harus di-support dengan jual hardware, lisensi dsb. Sebagai developer pasti akan dihargai lebih murah dari system analist atau bisnis analis apalagi dibandingakn dengan konsultan fungsional. Akhirnya programmer muda pikirannya selalu ingin cepat pindah dari dunia development ke "menejemen" supaya salary naik. Sedangkan di luar tidak demikian, programmer dihargai atas skillnya, bahkan kalau lihat trendnya sekarang trand salaryy tertinggi adalah mobile developer. Dengan fenomena ini apa efeknya? resource yang berbahasa indonesia/native di asia akan susah di cari yang bagus. Coba buktikan di toko buku IT berapa banyak buku karangan berbahasa indonesia yang tebalnya bisa ratusan halaman? isinya biasanya tentang pengenalan, cara install dan cookbook tipis-tipis. bahkan yang paling memalukan saya pernah beli buku tentang HTML yang ternyata isinya banyak menterjemahkan isi dari w3schools.


  • Kurang ketat terhadap standard SDLC.

Ini lebih banyak tentang pengalaman pribadi sih, cuma sekarang setelah berkumpul disebuah PMA dengan programmer yang lain itu juga yang terjadi. Kita kesulitan mengikuti standard, mungkin kelamaan dengan teknik bonex hahaha, standard coding, SDLC, versioning, semua harus terukur :D. Hingga pada suatu saat ketika saya ngotot "menyeleweng" dari pakem teman pernah pengalaman di konsulatan asia pasifik, lantas bilang "coba tunjukkan sebuah software asia yang mendunia?" saya jawab eeng bingung juga kasi contoh :D. Ya itu salah satu alasannya dia bilang karena kita tidak terlalu bagus dalam standard.

Namun dengan segala kelemahan disekitar kita, maka kita harus selalu kreatif dan belajar untuk membangan dunia software yang semakin menarik, memjanjikan, profitable dan layak untuk dijadikan mata air penghidupan.


Tetap semangat, jangan tidur sebelum bisa !!!
Salam Bonex

Tidak ada komentar :

Posting Komentar